Senin, 31 Oktober 2011

PROMO SENNHEISER DI INDOCOMTECH 2011

  •  DISCOUNT 20% FOR SECOND PURCHASE
  • FREE CHARGE FOR CREDIT CARD
  • DAPATKAN MERCHANDISE MENARIK DARI SENNHEISER UNTUK PEMBELANJAAN DI ATAS 500RIBU
  • PX 90 DARI 460 RIBU MENJADI 400RIBU
  • PMX DARI 600RIBU MENJADI 520RIBU
  • DAPATKAN CD EXCLUSIVE MARCELL
*syarat dan ketentuan berlaku

Kamis, 20 Oktober 2011

INDOCOMTECH 2011

SENNHEISER HADIR DI INDOCOMTECH 2011 
bertempat di Hall B 2 JHCC Senayan Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 2 s/d 6 November 2011 



Selasa, 18 Oktober 2011

review HD 220 n CX 310 ADIDAS

Setelah sukses dengan kemunculan headphone DJ “Adidas Originals x Sennheiser HD 25-1 II” di awal 2010, Sennheiser bersama Adidas Originals memperkenalkan dua merek baru yang menghadirkan perpaduan orisinil antara suara dan gaya kepada konsumen streetwear yang mencintai kejernihan suara saat mendengarkan musik favorit di waktu senggang mereka.
Mengacu pada keberhasilan dua model Sennheiser sebelumnya, HD 218 closed-back on-ear headphones dan CX 300 ear-canal headphones , versi Adidas baru HD 220 dan CX 310 mendapatkan original twist dengan tone warna biru yang sesuai dengan ikon Originals.
Sennheiser headphone HD 220 dari Adidas Originals sangat sempurna untuk penggunaan sehari-hari, menampilkan suara stereo yang bass-driven dengan kenyamanan super. Sennheiser CX 310 dari Adidas Originals menawarkan suara yang dinamis dengan kejernihan luar biasa dimana ear adapter yang bervarisi  memungkinkan penyesuaian personal sekaligus mengurangi kebisingan. Digawangi oleh kedua merek ternama Sennheiser dan Adidas Originals, menjadikan kedua model ini headphone yang ideal untuk segala persyaratan musik mobile.

Adidas Originals, dengan logonya yang berbentuk clover ini selalu terkait dengan berbagai bidang pada  budaya pop sehingga secara alami setia melayani kebutuhan pecinta musik sekaligus juga menjadi penentu desain dan gaya yang premium. Oleh karena itu, headphone yang berkolaborasi dengan audio profesional Sennheiser ini menyajikan kombinasi sempurna baik dari brand serta nilai-nilainya seperti: kualitas, fungsionalitas, dan juga suara yang sangat baik.
Ketersediaan
Sennheiser Headphone HD 220 dan CX 310 ini sudah tersedia di PT Astrindo Senayasa, Authorized Distributor Sennheiser di Indonesia sejak Juli 2011. Juga tersedia di outlet Adidas Originals di seluruh dunia serta www.shop.adidas.com,www.sennheiser.com, www.astrindo.co.id . Untuk informasi lebih lanjut, silahkan mengunjungi kantor astrindo ( dengan andy ) thanks. Untuk harga HD 220 original dijual di Rp. 770.000,- per unit. sedangkan CX 310 original dijual di Rp. 870.000,- per unitnya.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Mendengar musik dimana saja dan kapan saja jadi santapan keseharian remaja kita. Apalagi produk seperti iPod, iPhone dan MP3 kian merajalela. Tapi waspada saja, sebab kebiasaan memankan bass dan treble di earphone bisa merusak telinga.

Mengapa bisa begitu? Sebuah ciri penting gelombang ialah panjang gelombang, yaitu panjangnya satu siklus lengkap mulai dari naik, lalu turun, menanjak lagi sampai ketinggian semula. Di pihak lain, frekuensi menyatakan berapa sering naik turun itu terjadi dalam satu detik. Hubungan di antara keduanya berkebalikan. Gelombang pendek berkaitan dengan frekuensi tinggi, gelombang panjang menunjukkan frekuensi rendah.
Di dunia musik, frekuensi mengungkapkan nada. Misalnya nada acuan A dengan frekuensi 440 Hz (Hertz = getaran per detik) terdengar lebih tinggi dari pada C-tengah 261,6 Hz.
Ada yang menarik pada musik akustik, yaitu semakin kecil instrumen, semakin tinggi nada yang keluar. Perhatikan panjang pendeknya suling. Atau keluarga besar biola, biola alto, cello, sampai contrabass, yang semua sama potongannya, tetapi berbeda “size” dan tinggi nadanya. Prinsipnya, ukuran instrumen harus sesuai dengan panjang gelombang yang dibangkitkan. Ini juga berlaku pada penerimaan gelombang. Pokoknya supaya gelombang bisa dipancarkan dan ditangkap dengan baik, besarnya alat harus dekat dengan panjang gelombang.

Pembagian Tugas
Berapa panjang gelombang suara? Pada daerah atas pendengaran manusia, gemerincing nada tinggi atau “treble” mempunyai panjang gelombang kurang dari sekitar 15 cm. Pada ujung bawah, dentuman suara bas bergemuruh pada panjang gelombang lebih dari 1 m. Nada-nada menengah berkiprah di antara keduanya.
Tidaklah mungkin menghayati musik sampai mata terpejam-pejam jika mengandalkan satu “loudspeaker” saja buat semua frekuensi. Harus ada pembagian tugas. Untuk treble, dipasang loudspeaker kecil yang disebut “tweeter”, dengan diameter sekitar 3 cm. Lalu agar suara menengah terdengar cerah, loudspeakernya berdiameter sekitar 10 cm.

Yang susah adalah urusan nada rendah, sebab loudspeaker bas yang disebut “woofer” idealnya mesti puluhan sentimeter besarnya. Tidak saja sukar dibuat, tetapi kotak atau petinya pasti berebut tempat dengan perabot rumah. Karena itu diameter woofer yang lazim adalah 25-30 cm.
Bagaimana manusia mendengarkan semua itu? Bukankah penampang lubang telinga dan gendang telinga hanya sekitar 1 cm? Kalau dicocokkan dengan panjang gelombang suara, sepertinya yang langsung dicerna frekuensi tinggi saja. Bagaimana nasib nada menengah, apalagi bas?

Menggelegar
Jangan kuatir, telinga tidak berada sendirian, tetapi terpasang di dalam tengkorak kepala, yang ditunjang kukuh oleh tulang belulang tubuh.

Pada saat nada menengah dan rendah menyapa manusia, telinga memang tidak banyak berdaya. Tetapi untunglah, peran mengindera dibantu oleh sekujur tubuh kita. Berkat ukuran badan yang tidak jauh dari panjang gelombang menengah dan bas, nada-nada itu meresap sebagai getaran pada tulang belulang. Pada gilirannya, getaran tersampaikan ke tengkorak kepala dan dirasakan oleh perangkat telinga, sehingga orang bisa mendengarnya. Frekuensi tinggi langsung diterima telinga, frekuensi menengah dan apalagi rendah didengar dengan bantuan tubuh.
Jika dikatakan “Wah, suara basnya menggelegar, terasa mantap dalam dada”, itu memang betul. Karena badan terkocok getaran dan jantung ikut merasakan. Juga sikap yang bijaksana jika orang agak lanjut usia tidak diajak mengunjungi diskotek atau konser rock. Bukan soal supaya kelakuan remaja tidak diawasi terus oleh orang tua, tetapi “bisa lepas jantungnya” adalah kata-kata yang kiranya tidak terlalu meleset.

Sekarang kalau orang memakai earphone (jenis kecil yang disusupkan ke lubang kuping), yang menangkap suara hanya telinga tanpa melibatkan badan. Tentu saja suara bas serasa melayang. Lantas buat meraih bas yang mengguncang, timbul kecenderungan untuk mengencangkan suara, menaikkan volume. Padahal mungkin sekali intensitas suara sudah mencapai atau bahkan melampaui batas bahaya untuk telinga. Belum juga terdengar menggelegar, dikeraskan lagi.

Janganlah menghajar telinga, instrumen super halus yang belum ada gantinya. Sebagai alternatif yang terkesan lucu, jika anda ingin menikmati musik dengan radio baterai yang kurang besar, dengarkan sambil mendekap radio itu di dada. Niscaya tulang ikut digetarkan, membuat suara bas lebih meyakinkan. Selamat mencoba